Klik Like !
×

Thursday 23 July 2015

Ketetapan Baru STI tentang Salam Buddhis dan Penerapan Istilah Lainnya

Semoga Sahabat Dhamma selalu dalam keadaan sehat. Pada kesempatan kali ini admin berbagi informasi terkait dengan kesepakatan Sangha Theravada Indonesia mengenai salam Buddhis dan Salam Umum bagi umat Buddha, ungkapan rasa empati, ungkapan rasa kebahagiaan dan perbedaan antara anumodana dan terima kasih. Informasi ini bersumber dari salah satu akun facebook sahabat Dhamma yang bernama Dhamma Vijja. Semoga dengan datangnya berita ini dapat menjawab kebingungan selama ini terkait dengan Salam Buddhis umat Buddha, selain itu juga dapat dijadikan referensi dalam menambah wawasan terkait dengan Buddhis.

1.  Salam Buddhis dan Salam Umum
   Ditujukan  kepada  sesama umat Buddha, kata salam   Buddhis  yang  digunakan adalah: “Buddhanubhavena Sotthi Hotu”, berarti dengan kekuatan nilai-nilai luhur Buddba, semoga kesejahteraan ada pada Anda/-sekalian, atau dapat disingkat menjadi “Sotthi Hotu”, berarti semoga kesejahteraan ada pada Anda/-sekalian.
Ditujukan kepada masyarakat umum, kata salam umum yang digunakan adalah: “Sotthi Hotu”, berarti semoga kesejahteraan ada pada Anda/-sekalian.
Ditujukan kepada seseorang/orang-orang yang dituakan atau dihormati, kata salam Buddhis dan salam umum menggunakan “Namas Te”, berarti penghormatan (saya/kami) kepada Anda.
Keterangan:
Secara harfiah kata “Sotthi” berarti keadaan/keberadaan baik, dari kata “su” berarti baik, dan “Danatthi” berarti keberadaan.

2.  Istilah “Namo Buddhaya”

  Istilah “Namo Buddhaya” setara dengan frase “Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa”, “Namatthu Buddhasa”, “Namo Ranatattayaya”, dan beberapa lainnya.
Istilah-istilah tersebut umumnya digunakan pada waktu seseorang sedang menyampaikan uraian berciri keagamaan, berpidato, atau menyatakan ungkapan hati dengan penuh kesungguhan, misalnya: bertekad dan bersumpah.

3.  Istilah “Samvegacitta”
     Untuk kepentingan mengungkapkan rasa empati kepada kerabat dan kenalan sesama umat Buddha yang sedang berada dalam suasana duka, kalimat yang diucapkan adalah:
“Turut ber-samvegacitta atas kewafatan mendiang Ibu/Bapak/Saudara/Saudari . . . . ., Ibunda/Ayahanda/Putri/Putra/Kakak/Adik . . . . ., Sugatim va sanggam lokam uttarim va upajjatu.”
Keterangan:
Kalimat “Sugatim va saggam lokam uttarim va upapajjatu”, berarti semoga mendiang terlahir di alam surga menyenangkan atau lebih dari itu.
Jika yang meninggal lebih dari satu orang, kata “upapajjatu” diubah menjadi “upapajjantu.”
Samvegacitta merupakan pikiran disertai hal-hal batiniah yang kuat muncul sebagai tanggapan atas kejadian menggugah hati, mengarahkan ke perenungan pada pengetahuan kebenaran alamiah, misalnya pada saat kejadian orang yang dicintai/dihormati meninggal dunia.
Ada sebuah kronologi, pada waktu Guru Agung Buddha Parinibbana, para amam menangis berderai air mata, sedangkan para aryasavaka memasuki pemikiran yang diwarnai oleh samvega (hal-hal batiniah yang kuat).
Hal-hal batiniah (cetasika) di atas mengacu ke nilai-nilai positif, seperti: Panna (kebijaksanaan), metta (cinta kasih), karuna (welas asih), upekkha (keseimbangan batin), dan lain-lain, khususnya adalah panna dan upekkha.

4.  Istilah “Anumodana” dan “Terima Kasih”
     Penggunaan kata “Anumodana” berbeda sedikit dengan kata  “Terimakasih”
Kata ‘anumodana’ berarti sikap turut bersuka cita atas perbuatan baik yang telah dilakukan seseorang. Ini berbeda sedikit dengan kata ‘terimakasih’ yang berarti sikap menghargai/senang atas barang atau jasa yang orang lain berikan kepada dirinya. Perbedaanya terletak pada penekatan di sisi perbuatan untuk makna kata anumodana, dan penekanan disisi hal-hal terkait dengan perbuatan itu yaitu berupa barang atau jasa yang diberikan untuk kata terimakasih.
Perbedaan dalam bentuk praktiknya adalah, jika ada seseorang yang melakukan kebaikan berupa memberi namun barang yang diberikan tersebut bukan ditujukan untuk diri penerima secara pribadi, atau melakukan kebaikan dalam bentuk lain, misalnya bertekad melaksanakan uposathasila atau berlatih meditasi, sikap yang kita tunjukkan kepadanya adalah turut bersuka cita atas perbuatan yang dilakukan, yaitu kita mengucapkan kata ‘anumodana’. Sedangkan, jika ada seseorang yang melakukan kebaikan, khususnya berupa memberi, dan pemberian itu ditujukan kepada diri kita secara pribadi, sikap yang kita tujukkan kepadanya adalah menghargai/senang atas barang atau jasa yang diberikan itu, yaitu kita mengucapkan kata ‘terima kasih’.
Contoh Kasus : 
  1. Kumara mendengarkan cerita Taruna, temannya, bahwa Taruna baru saja mendanakan tanahnya kepada sebuah lebaga yatim piatu.
  2. Kumara mendegarkan cerita Bhante Tissa, gurunya, bahwa beliau baru saja memberikan uraian Dhamma kepada anak-anak di sebuah lembaga yatim piatu.
  3. Kumara yang menjabat sebagai bendahara sebuah vihara atau perkumpulan Buddhis menerima sumbangan dana dari Taruna untuk biaya operasional vihara atau perkumpulan itu.
  4. Taruna menerima pemberian buku Dhamma dari Kumara.
  5. Taruna, sebagai pimpinan pujabakti, bersama dengan teman-temannya menerima wejangan Dhamma dari Bhante Tissa.
  6. Taruna memberi obat kepada ibunya Kumaraa dengan cara menyerahkan obat itu kepada Kumara untuk diberikan kepada Ibunya. Kumara menerima obat itu.
  7. Bhante Tissa menerima pemberian jubah dari Bhante Punna untuk dirinya. Bhante Punna juga memberikan jubah bagi para samanera murid Bhante Tissa yang diberikan melalui Bhante Tissa.
Untuk kasus 1, 2, dan 3, kata yang diucapkan adalah anumodana. Sedangkan untuk kasus 4 hingga 7 di atas, kata yang diucapkan adalah ‘terimakasih’. Untuk kasus 6, Kumara mengucapkan terima kasih untuk mewakili Ibunya. Demikian pula kasusu 7.
Contoh kasus lain:
Bhante Tissa menerima dana tiket kereta api untuk perjalanan beliau ke Vihara dari Taruna.
Untuk kasus di atas, kata yang diucapkan adalah ‘anumodana kerna Bhante Tissa termasuk juga pada umumnya para bhikkhu, dalam hubungan dengan umat lebih menitikberatkan pada sisi perbuatannya alih-alih barang atau jasa yang umat berikan.
Walau demikian, dalam situasu yang persisi sama seperti itu, para bhikkhu bisa juga mengucapkan ‘terimakasih’.
Keterangan:
Istilah ‘anumodami’ atau ‘sadhu, anumodami’ dapat pula digunakan sebagai varian istilah anumodana.
Kata anumodana adalah kata benda, berarti tindak turut bersuka cita. Sedangkan, kata ‘anumodami’ adalah kata kerja, berarti ‘saya tururt bersuka cita’, kata ‘Sadhu’ ditambah sebagai pemanis dalam berbahasa, berarti ‘bagus’, atau bisa juga semoga kebajikan yang telah Anda lakukan menghasilkan buah sesuai harapan. Jika diucapkan mewakili diri sendiri dan orang lain, yaitu dalam bentuk jamak, kata di atas diubah menjadi ‘anumodama, atau ‘sadhu, anumodama’.

5.  Ungkapan Bahagia atas Keberhasilan
    Untuk kepentingan mengungkapkan rasa bahagia atas keberhasilan yang telah dicapai, digunakan kata “abhithuti ratanattayagunesu ca me katakusalesu”, berarti gembira ria saya atas nilai-nilai luhur Tiratana dan kebajikan-kebajikan yang telah saya lakukan. Penggunaan secara keseharian memungkinkan untuk disingkat “abhithuti”.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk para sahabat semua! sadhu sadhu sadhu

1 comment:

  1. Slots Online Casino - Lucky Club Casino site
    Welcome to our new online casino where you can play 카지노사이트luckclub Slots, table games, video poker, blackjack, roulette, keno, to a slot machine in any land-based casino.

    ReplyDelete

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com